Sesuatu yang dulu pernah terasa manis dan mudah bisa jadi akan sulit dan pelik dimasa depan. Lalu kita bertanya, mengapa begini? Jawabanya ada di hati kita. Kita yang sedang tidak berdamai dengan hati.
Aku tau sebabnya, tapi tidak kunjung menemukan penyelesaiaanya. Ada benarnya yang mengatakan bahwa hidup ini seperti mendaki gunung, jangan sibuk melihat ke atas puncak, membayangkan bisa sampai kesana, kamu akan lelah duluan. Yang harus kamu lakukan adalah menapak pada apa yang ada dihadapan mu, merunduk saja, fokus pada pijakan. Nanti jika sudah waktunya, kamu pasti akan sampai pada puncak yang kamu impikan.
Kesalahan yang aku lakukan saat ini adalah berfokus pada hasil. Kesalahan? Iya ini kesalahan. Akhirnya aku lelah mengejar target-target harian, panik saat satu hari tidak terselesaikan dengan pencapaian yang aku harapkan, lalu menjadi PR dihari kemudian dan semuanya menjadi beban. Semuanya terasa melelahkan. Aku salah. Hidup seperti ini akhirnya tidak bergairah, ditambah musim yang kurang baik berdampak pada kesehatan yang tidak baik pula. Lalu akhirnya aku memutuskan untuk menjalani saja dulu apa yang aku bisa, tapi jalannya tidak akan bisa sesantai itu, aku sedang hidup di rumah penuh aturan yang tiap harinya punya target yang harus aku selesaikan. Target itu juga akhirnya terasa berat. Padahal tidak begitu pada awalnya. Sadarlah... sadar, yang salah itu bukan aturan yang ada dan pencapaian yang harus terlaksana, tapi hati mu yang sedang berantakan.
Aku ingat pesan seorang teman yang ia tulis dalam buku yang diberikannya pada ku,
“Nab, jika kamu merasa susah dan lelah dalam menyelesaikan target mu, itu tanda hati kamu belum siap untuk menerima dan bertangung jawab pada hasilnya”
Aku fikir, orang-orang yang sering terlihat bahagia dimedia sosial itu sebenarnya tidak sebahagia itu, mereka hanya bisa menyimpan masalah dan beban hidupnya dibalik banyak kesenangan dunia. Dan akupun begitu, terkadang. Bukankah dunia ini hanya tempat bersinggah dan bersanda sementara? Bagaimana kalau kita anggap saja memang yang tampak didunia ini hanya senang saja, sedihnya kita simpan untuk kita ceritakan berdua saja dengan tuhan yang sudah merencanakan kapan kita akan berpulang ?
Aku merasa harus berhenti sebentar, mengumpulan berlembar-lembar resolusi hidup yang entah tercecer dimana, menyatukannya lagi dalam satu narasi yang menyenangkan, seperti narasi hidup seorang bocah yang hanya tau tentang bagaimana senangnya bermain setiap hari.
Aku tau sebabnya, tapi tidak kunjung menemukan penyelesaiaanya. Ada benarnya yang mengatakan bahwa hidup ini seperti mendaki gunung, jangan sibuk melihat ke atas puncak, membayangkan bisa sampai kesana, kamu akan lelah duluan. Yang harus kamu lakukan adalah menapak pada apa yang ada dihadapan mu, merunduk saja, fokus pada pijakan. Nanti jika sudah waktunya, kamu pasti akan sampai pada puncak yang kamu impikan.
Kesalahan yang aku lakukan saat ini adalah berfokus pada hasil. Kesalahan? Iya ini kesalahan. Akhirnya aku lelah mengejar target-target harian, panik saat satu hari tidak terselesaikan dengan pencapaian yang aku harapkan, lalu menjadi PR dihari kemudian dan semuanya menjadi beban. Semuanya terasa melelahkan. Aku salah. Hidup seperti ini akhirnya tidak bergairah, ditambah musim yang kurang baik berdampak pada kesehatan yang tidak baik pula. Lalu akhirnya aku memutuskan untuk menjalani saja dulu apa yang aku bisa, tapi jalannya tidak akan bisa sesantai itu, aku sedang hidup di rumah penuh aturan yang tiap harinya punya target yang harus aku selesaikan. Target itu juga akhirnya terasa berat. Padahal tidak begitu pada awalnya. Sadarlah... sadar, yang salah itu bukan aturan yang ada dan pencapaian yang harus terlaksana, tapi hati mu yang sedang berantakan.
Aku ingat pesan seorang teman yang ia tulis dalam buku yang diberikannya pada ku,
“Nab, jika kamu merasa susah dan lelah dalam menyelesaikan target mu, itu tanda hati kamu belum siap untuk menerima dan bertangung jawab pada hasilnya”
Aku fikir, orang-orang yang sering terlihat bahagia dimedia sosial itu sebenarnya tidak sebahagia itu, mereka hanya bisa menyimpan masalah dan beban hidupnya dibalik banyak kesenangan dunia. Dan akupun begitu, terkadang. Bukankah dunia ini hanya tempat bersinggah dan bersanda sementara? Bagaimana kalau kita anggap saja memang yang tampak didunia ini hanya senang saja, sedihnya kita simpan untuk kita ceritakan berdua saja dengan tuhan yang sudah merencanakan kapan kita akan berpulang ?
Aku merasa harus berhenti sebentar, mengumpulan berlembar-lembar resolusi hidup yang entah tercecer dimana, menyatukannya lagi dalam satu narasi yang menyenangkan, seperti narasi hidup seorang bocah yang hanya tau tentang bagaimana senangnya bermain setiap hari.
Ada kalanya kita harus berhenti sebentar, lalu kembali melihat kebelakang atas apa yang salah dihari ini, untuk memperbaiki kehidupan dimasa depan.
0 Response to "Hati yang Berantakan"
Posting Komentar