Kita biasanya menilai sesuatu itu salah, kalau gak selaras dengan penilaian dan pandangan kita. Aku juga sama begitu. Aku sering melihat orang-orang disekitar ku melakukan hal-hal tidak masuk akal. Saat ditanya, bahkan mereka gak tau, entah apa tujuan melakukan hal itu, tapi tetap melakukannya sampai hari ini.
Ini tentang logika dalam bertutur dan bertingkah laku. Mungkin semua orang sependapat jika dikatakan, “seseorang yang mengatakan ini, maka seharusnya melakukan ini. Bukan malah melakukan itu” sederhananya “hal yang kau yakini, kau ucapkan, kau perintahkan harusnya juga kau lakukan”.
Itulah sebab seorang sangat dianjurkan untuk faham atas apa yang ia tuturkan dan lakukan. Karna katanya ucapan tanpa makna, tong kosong nyaring bunyinya. Dan amalan tanpa ilmu itu sia-sia.
Beberapa saat lalu, saat aku izin lebih awal dalam rapat organisasi untuk mempersiapkan keberangkatan untuk naik gunung. Seorang kaka tingkat bertanya “kamu tujuannya apa naik gunung?” aku diam saat itu “emang kenapa?” tanya ku “iya, tujuanya apa? kenapa harus naik gunung?” dia balik nanya lagi “gapapa, suka aja” jawab ku sekenannya. Sejujurnya saat itu aku kesal, seperti sedang dipojokan. Tapi aku salah, terlalu terburu-buru menilai negatif. Seolah kaka tingkat ku melarang, untuk ga usah naik gunung. Padahal tidak begitu maksutnya. Katanya “kaka Cuma mau mastiin, kamu tau apa tujuan kamu melakukan sesuatu, supaya yang kamu lakuin ga sia-sia. Gapapa kamu mau ngelakuin apapun. Asal kamu tau, baiknya apa buat kamu. Bukan Cuma ngelakuin doang tanpa hasil. Kalau bisa, niatin tafakur alam, karna Allah”
Sebenarnya dari cerita diatas, kalau aku ditanya kenapa suka naik gunung dari hati ke hati, aku bakal jawab baik-baik dan aku punya alasan dan tujuan, insyaAllah bukan untuk sebuah hal yang sia-sia. Tapi karna nanyanya di forum terbuka, aku jadi ga mau dibilang sombong. Makanya aku malah balik nanya dan jawab sekenannya.
Saat kita memilih satu keputusan atau pilihan, seharusnya kita tau. Apa tujuannya, dan apa konsekuensinya. Seperti memilih menjadi muslim contohnya. Hidup itu pilihan kan? Memilih apa yang menurut kita baik, lalu kemudian konsekuensi akan mengikuti pilihan yang kita ambil. Menjadi muslim maka konsekuensinya ya harus solat, puasa, zakat dan lainnya.
Lalu saat solat kita bilang “inna solati, wanusuki, wamah yaya, wamamati lillahi rabbil alamin” maka harusnya seluruh kegiatan yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari adalah untuk Allah. Menjauh dari apa yang Allah ga suka, melakukan dengan sepenuh hati apa yang Allah perintahkan.
Terus ada yang nanya. “Katanya solat itu menjadi salah satu penentu orang baik apa engga. Tapi ada yang solat terus, tapi prilakunya ga baik.” Boleh jadi, dia tidak faham apa yang dia ucapkan saat solat. Hingga amalan yang dia lakukan hanya sebagai pengugur kewajiban bukan karna pemahaman atas ilmu solat dan konsekuensi menjadi muslim.
Sama, orang yang berhijab tapi hanya sekedarnya, malah makin banyak gaya. Bisa jadi dia tidak faham atas hukum menutup aurat itu sendiri. Dosa dong? Sia-sia? Masalah dosa dan kesiaan itu urusan Allah. Urusan kita manusia adalah membantu orang-orang yang ilmunya belum sampai kesana, untuk sampai dan faham. Agar lebih baik lagi dalam bertutur dan berlaku.
Orang yang melakukan sesuatu dan bertutur kata karna faham ilmunya akan lebih baik dan terjaga dari fitnah dan perdebatan sia-sia. Maka,
Ini tentang logika dalam bertutur dan bertingkah laku. Mungkin semua orang sependapat jika dikatakan, “seseorang yang mengatakan ini, maka seharusnya melakukan ini. Bukan malah melakukan itu” sederhananya “hal yang kau yakini, kau ucapkan, kau perintahkan harusnya juga kau lakukan”.
“Sangat besar kebencian Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang kamu tidak kerjakan” (QS 61:3)
Itulah sebab seorang sangat dianjurkan untuk faham atas apa yang ia tuturkan dan lakukan. Karna katanya ucapan tanpa makna, tong kosong nyaring bunyinya. Dan amalan tanpa ilmu itu sia-sia.
Beberapa saat lalu, saat aku izin lebih awal dalam rapat organisasi untuk mempersiapkan keberangkatan untuk naik gunung. Seorang kaka tingkat bertanya “kamu tujuannya apa naik gunung?” aku diam saat itu “emang kenapa?” tanya ku “iya, tujuanya apa? kenapa harus naik gunung?” dia balik nanya lagi “gapapa, suka aja” jawab ku sekenannya. Sejujurnya saat itu aku kesal, seperti sedang dipojokan. Tapi aku salah, terlalu terburu-buru menilai negatif. Seolah kaka tingkat ku melarang, untuk ga usah naik gunung. Padahal tidak begitu maksutnya. Katanya “kaka Cuma mau mastiin, kamu tau apa tujuan kamu melakukan sesuatu, supaya yang kamu lakuin ga sia-sia. Gapapa kamu mau ngelakuin apapun. Asal kamu tau, baiknya apa buat kamu. Bukan Cuma ngelakuin doang tanpa hasil. Kalau bisa, niatin tafakur alam, karna Allah”
Sebenarnya dari cerita diatas, kalau aku ditanya kenapa suka naik gunung dari hati ke hati, aku bakal jawab baik-baik dan aku punya alasan dan tujuan, insyaAllah bukan untuk sebuah hal yang sia-sia. Tapi karna nanyanya di forum terbuka, aku jadi ga mau dibilang sombong. Makanya aku malah balik nanya dan jawab sekenannya.
Saat kita memilih satu keputusan atau pilihan, seharusnya kita tau. Apa tujuannya, dan apa konsekuensinya. Seperti memilih menjadi muslim contohnya. Hidup itu pilihan kan? Memilih apa yang menurut kita baik, lalu kemudian konsekuensi akan mengikuti pilihan yang kita ambil. Menjadi muslim maka konsekuensinya ya harus solat, puasa, zakat dan lainnya.
Lalu saat solat kita bilang “inna solati, wanusuki, wamah yaya, wamamati lillahi rabbil alamin” maka harusnya seluruh kegiatan yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari adalah untuk Allah. Menjauh dari apa yang Allah ga suka, melakukan dengan sepenuh hati apa yang Allah perintahkan.
Terus ada yang nanya. “Katanya solat itu menjadi salah satu penentu orang baik apa engga. Tapi ada yang solat terus, tapi prilakunya ga baik.” Boleh jadi, dia tidak faham apa yang dia ucapkan saat solat. Hingga amalan yang dia lakukan hanya sebagai pengugur kewajiban bukan karna pemahaman atas ilmu solat dan konsekuensi menjadi muslim.
Sama, orang yang berhijab tapi hanya sekedarnya, malah makin banyak gaya. Bisa jadi dia tidak faham atas hukum menutup aurat itu sendiri. Dosa dong? Sia-sia? Masalah dosa dan kesiaan itu urusan Allah. Urusan kita manusia adalah membantu orang-orang yang ilmunya belum sampai kesana, untuk sampai dan faham. Agar lebih baik lagi dalam bertutur dan berlaku.
Orang yang melakukan sesuatu dan bertutur kata karna faham ilmunya akan lebih baik dan terjaga dari fitnah dan perdebatan sia-sia. Maka,
Jadilah berilmu dan mengamalkannya dalam tutur dan tingkah laku.
0 Response to "Berlaku dan Bertutur Seperti yang Kau Tau"
Posting Komentar