Aku tidak mau berbicara sok tau hijrah, karna aku tidak benar-benar pernah merasakannya. Seperti yang orang-orang rasakan. Beratnya pertentangan dan perjuangannya untuk menjadi berbeda dari orang-orang disekitarnya. Yang ku tau setelah berubah, istiqomah. Dan itu yang berat.
Demi Allah, sungguh aku salut pada mereka yang menemukan kesempurnaan islam dengan usahanya sendiri. Menjemput cahayaNya sendiri meski orang-orang disekelilingnya berusaha memadamkan cahaya itu. Tapi mereka tetap bertahan meski seorang diri. Aku yakin, ada kenikmatan tersendiri yang mereka rasakan setelah melewati masa-masa hijrah yang berat.
Beda ceritanya dengan mereka yang sudah dibina sejak kecil dengan lingkungan keluarga yang islami, sudah difasilitasi segala kebutuhan rohaninya, sudah dicekoki dengan keilmuan dan pemahaman islam yang benar. Wajar saja jika diusia remaja mereka sudah tumbuh menjadi orang-orang yang faqih terhadap islam.
Yang parahnya adalah, sudah tumbuh ditengah keluarga berlatar belakang islam sejak kecil tapi saat remaja kehidupannya jauh dari kebiasaan remaja muslim. Seperti tak pernah tau tentang aturan tuhan dan bagaimana semestinya menjalankan hidup sebagai seorang muslim. Ini selaras dengan lirik lagu, yang mengatakan bahwa iman tak dapat diwarasi, meski dari seorang ayah yang bertakwa.
Hidayah itu pasti akan datang pada setiap hati manusia. Lalu terserah pada diri kita sendiri. Apakah mau menerima hidayah itu atau mengabaikannya. Seperti yang telah Allah suratkan dalam kitab sucinya “aku tidak akan merubah suatu kaum, sampai kaum itu sendiri yang merubahnya”
Kembali tentang hijrah, aku sering malu pada mereka, yang menemukan sendiri jalan islamnya. Yang ku lihat, mereka yang menemukan jalan islamnya sendiri lewat perjuangan hijrah akan lebih berhati-hati dalam beramal dan bertingkah laku dan akan lebih kokoh memegang prinsip keislaman.
Beberapa hari lalu seorang teman kecil bilang ke aku “mungkin kalau aku temen sama kamu terus, pasti bakal jadi orang baik” aku bingung menanggapinya, ku bilang “nanti ada waktunya, hati kamu nerima hidayah Allah” “ya masa mau nunggu hidayah. Hidayah harus dijemput kan?” “iya”. Mendengar itu seperti ada secercah cahaya, mungkin sebentar lagi dia akan menjemput hidayahnya, mengenakan jilbab dan berpakaian dengan rapi. Aku, berharap begitu.
Hijrah itu bukan soal ikut-ikutan, tapi dari kesadaran diri sendiri. Saat kita sudah tau untuk apa tujuannya, maka lakukanlah. Lakukan dengan ilmu, maka pemahaman atas ilmu itu akan membuat hijrah mu kokoh, tidak seperti trend topic yang gampang berganti.
Tapi jika dilihat-lihat, aku juga sepertinya pernah melalui hijrah. Dari yang biasa aja menjadi luar biasa, lebih sopan dalam bertutur, lebih lembut, lebih sabar dan menjaga agar selalu mengutamakan solat dalam safar, meski pergi dengan orang-orang yang tidak biasa mengerjakannya. Semoga istiqomah. Iya istiqomah itu yang berat. Semoga.
0 Response to "Hijrah"
Posting Komentar