Aku percaya pada satu titik jenuh seorang mungkin harus berhenti, barangkali merenung tentang apa, kenapa dan bagaimana agar kembali menemukan arti dari rutnitas yang selalu ia lakoni.Disitulah aku berdiri saat itu. Jenuh dengan rentetan hal dan tanya tentang tugas akhir yang orang-orang sebut skripsi. Kalau ditanya, sudah sebanyak apa aku berbuat untuk tugas akhirku. Mungkin memang tidak banyak, tapi saat itu aku benar-benar kehilangan arah dan semangat untuk bersentuhan dengnnya. Akhirnya kuputuskan satu hal, aku harus berhenti dahulu mengumpulkan semangat untuk kembali berlari mengejar ketertinggalan.
Bersama
seorang teman yang pernah berjanji akan ikut jika aku mendaki disekitaran Jawa
Barat ditengah-tengah riwehnya mengerjakan tugas akhir. Desi namanya, seorang
gadis asal Magelang yang sudah melanglang buana mendaki gunung didaerahnya dan
pernah beberapakali mendaki bersamaku. Awal november, aku tawarkan kepada
beberapa teman untuk bergabung dalam pendakian ini, hingga akhirnya 7orang
tergabung dalam grup pendakian, termasuk aku sebagai otak dari pendakian ini.
Namun setelah aku mengurusi simaksi online dan segala keperluan mendaki kami,
dua orang dari personil pendakian membatalkan untuk ikut bergabung.
Berkali-kali aku tanya pada mereka “serius? Ga sayang? Gede sedang
cantik-cantiknya loh ditanggal pendakian kita” meskipun aku tidak 100% yakin
juga akan mendapatkan view yang indah, sebab dua minggu sebelum pendakian kami,
adik tingkatku melakukan pendakian juga ke gunung itu dan hanya bertemu dengan
hujan dan kabut dipuncak gunung. Begitu juga dengan seorang teman yang
bergabung dalam pendakian ini, baru beberapa minggu pulang dari gunung Gede dan
tidak mendapatkan view yang eksotis. Hingga malam keberangkatan kami, seorang teman
yang membatalkan pendakian karna turemen futsal membersamai kami untuk pacaking
ulang barang-barang. Aku kembali bernegosiasi tentang pembatalan pendakiannya,
namun tetap saja ia lebih memilih pertandingannya.
Gunung Gede merupakan salah satu
gunung yang cukup ribet dalam pengurusan registrasi pendaftaran, karna harus booking
jadwal pendakia jauh-jauh hari via online agar tidak kehabisan kuota.
Sebenarnya bisa saja tidak mengurus simaksi online digantikan dengan menggunakan
jasa calo, tapi kata adik tingkat dan temanku, harus mandiri, itulah salah satu
tantangannya. Dalam pengurusan simaksi online ini aku berkali-kali bertanya
pada adik tingkat yang baru beberapa minggu turun dari sana, Hanum namanya. Ah,
berjasa sekali dia menjawab pertanyaan-pertanyaanku hampir setiap hari
menjelang pendakian, terimaksih ya Hanum sudah sabar sekali meladeni aku.
Malam
itu Sabtu 17 November 2018, 3 orang perempuan (Aku, Desi dan Sopang) dan 2
orang teman laki-laki (Uncu dan Ipul) kami sudah siap untuk berangkat, keril-keril
sudah bertengger dijok depan motor. Malam itu cerah tanpa bintang, sesekali
guntur terdengar, seperti akan turun
hujan. Tapi kami tetap harus melakukan perjalanan menuju Cibodas untuk mendaki
esok paginya. Tepat pukul 22.07 kami bergerak meninggalkan titik kumpul. malam
itu jalanan menuju puncak macet sekali. Terang saja, penduduk ibu kota akan
memburu puncak bogor untuk melepas penat setelah sepekan sibuk dengan rutinitas
belajar dan bekerja. Pukul 00.20 kami tiba diminimarket terakhir sebelum tiba
dibescamp pendakian, singgah dulu sebentar membeli perbekalan air dan beberapa
hal yang kurang. Setelah beristirahat dan ngobrol-ngobrol akhirnya kami
berangkat menuju bescamp pendakian. Disekitaran bascamp hanya terlihat beberapa
kelompok pendaki, yang juga akan naik esok harinya. Setelah mengurus parkir dan
bertanya beberapa hal pada petugas keamanan kami memutuskan untuk tidur dulu
malam itu disalah satu warung yang berjejer disekitar bescamp. Sesuai
kesepakatan, esok pagi kami akan mulai mengurus simaksi dan surat kesehatan
pukul 06.00 tepat saat bescamp gunung Gede buka.
0 Response to "Gunung Gede "Keberangkatan""
Posting Komentar