Aku dan Lelaki Sederhanaku |
Dia bukan yang paling sempurna dan paling baik dalam banyak hal, tapi dihdapan ku. Selagi dia mampu, ia akan selalu terlihat baik. Dia adalah lelaki yang tidak pernah menuntut balas atas segala hal baik yang telah dia berikan pada ku, tidak memaksa aku untuk mempersembahkan nilai terbaik, tidak memaksa aku untuk membuatnya bangga dan bahagia. bahkan tidak menuntutku untuk segera menyelesaikan hafalan Qur'an meski aku tau ia sangat ingin.
Lelaki yang tidak penyabar, tapi selalu bersabar saat aku mulai mengesalkan. Aku lupa, entah kapan terakhir kali dia memarahiku, mungkin saat itu usiaku 9 tahun, duduk di bangku kelas 2 SD. Marahnya bukan tanpa alasan, tapi karna aku sulit disuruh mengaji. Hingga aku beranjak dewasa, atas banyak salahku, tidak sekalipun pernah dimarahinya, padahal aku tau aku salah, padahal aku rasa dia bisa sangat marah menghadapi anak gadisnya yang suka membantah. Tapi sekalipun tidak. Setiap kali harusnya dia marah, dia selalu bercanda dan tanya "kenapa? kenapa aku berbuat salah?" dan setiap pertanyaanya membuat aku berfikir, bahwa aku salah. dan tidak ingin mengulanginya lagi. Dia yang kala itu pernah menjadi teman berdebat panjang, hingga ummi khawatir dia akan marah lalu bilang padaku "jangan dijawab, dengarkan saja" tapi hingga beberapa hari perdebatan kita, tidak ada amarah disana. Ah aku selalu merasa bersalah setiap mengingat itu. Akhirnya dia mengalah, memberikan semua keputusan padaku, terserah aku akan memilih apa. Setelah itu aku belajar sekali untuk bertangung jawab dengan semua keputusanku. dengan caranya yang mebiarkan aku mengurus keperluanku sendiri, jadilah aku seberani ini, kata temanku seperti "akan hidup jika dibuang kemanapun"
Dia yang dengan ciamik dapat menggiringku untuk menyukai hal-hal yang dia senangi, buku dan politik. Dia tidak pernah memaksa, meski sesekali ajakan dan ceritanya terkesan menantang untuk aku lakukan juga. Kemanapun dia pergi, yang pasti akan dia bawa adalah buku.
Dia yang sangat perhatian meski sering terlihat konyol dan tidak masuk akal. Dia yang cendrung cuek untuk mengomentari apapun yang aku lakukan. Tapi aku tau, ada khawatir disana setiap aku cerita tentang hal-hal yang aku lakukan. Meski saat aku bercerita ia sering sibuk dengan urusannya dan tidak memperhatikan. Dia perhatian dengan caranya yang berbeda.
Dia yang sering menawarkan untuk lari pagi, bersepeda atau sekedar jalan-jalan keliling kompleks dipagi hari agar punya waktu banyak berdiskusi atau sekedar menemaninya mengecek ATM dengan berjalan kaki dipagi hari. Dia yang tidak pernah lupa untuk mengingatkan muroja'ah dimanapun dan minta disimak hafalannya jika aku tidak mau muroja'ah. Betapa bersyukurnya aku punya dia.
Dia tidak memiliki latar pendidikan agama semasa pendidikan formalnya, tapi semangat mencari dan membaca perihal agamanya luar biasa. Aku yang anak pesantren ini jauh tidak ada apa-apanya dibanding dengan pengetahuan agamanya. bahkan diusianya yang tidak lagi muda. ia masih ingin memperdalam kemampuan bahasa inggris dan arab dengan ikut les dan sesekali mengajakku berkomunikasi dengan kemampuan bahasa seadanya itu.
Dia yang memilih untuk biasa saja meski bisa untuk terlihat lebih, dia yang tidak pernah terlihat mengeluh dan cemberut meski harus pulang larut dan bergegas pergi lagi pagi harinya. meski harus sering safar dari satu kota ke kota lain, dan sering menjadikan mobil sebagai tempat istirahatnya. Dia yang selalu menyempatkan makan malam bersama dan menyempatkan pulang disiang hari jika tidak ada kerjaan, hanya untuk makan bersama. aku selalu suka momen itu, dimana kita bercerita tentang banyak hal dimeja bundar itu.
Dia yang tidak suka jika aku dekat dengan teman laki-laki atas keperluan apapun. Dan selalu paling dulu berkomentar jika aku bercerita tentang main bersama teman laki-laki atau sekedar melihat aku foto dengan tema laki-laki. sekalipun bermain dengan banyak orang tidak hanya berdua.
Terimakasih terbesarku, untuk dia yang aku panggil Abi. Dia yang tidak akan bisa kubalas kembali jasa dan pengorbanannya. Dan aku mau bilang, dia yang sederhana dan cuek itu beruntung menikah dengan seorang wanita mandiri seperti ibuku. Allah terimakasih sudah menitipkanku pada lelaki sederhana itu, sungguh aku mencintainya karna Mu.
Selamat Hari Ayah lelaki sederhanaku. 💚
0 Response to "Mencintai Lelaki Sederhana"
Posting Komentar