Sweeptember




Aku kalah lagi
Aku salah berulang kali

September ini, harusnya banyak entri yang aku posting. Tapi sayang semua judul postingan itu masih menjadi draf di folder laptop. Aku kesal, tugas dan target yang terus kejar-kejaran ini membuat tak satupun hal, aku selesaikan dengan baik. Mungkin ada benarnya, aku perlu fokus.

Sekarang tepat sudah pada malam penutup bulan September. Bulan ini, bukan tidak ada hal berarti yang aku lewati, bahkan sangat banyak. Sungguh. Akan aku pilah satu persatu, selagi masih terkenang dalam ingatan.

Bulan ini, aku memulai kehidupan baru, bertolak dari kehidupan dan rutinitas sebelumnya, yang lebih sering aku lakukan seorang diri. Atas pilihan ini, bukan tanpa pro dan kontra, bukan juga tanpa perdebatan, bahkan perdebatan hebat untuk yang kesekian kalinya aku lakukan dengan diriku sendiri. Tentang pilihan ini, ternyata orang tua pun tidak menjadi solusi, mungkin dimata abi dan ummi, aku sudah dewasa untuk memutuskannya sendiri. Dari hati terdalam, sungguh aku meminta pembelaan sebagai seorang anak. Hingga akhirnya aku tetap melakukannya.

Setelah beberapa hari terlewati, ternyata aku benar. Aku sering bertemu dengan diriku yang pengeluh dan banyak tingkah. Bukan perihal rutinitas, tapi kenyamanan. Hingga berkali-kali aku harus memilih untuk mengalah. Mengalah pada keadaan. Bukankah keluar dari zona nyaman itu adalah suatu keharusan? Bagi mereka yang liar jiwanya.

Berkali-kali diawal hari pada bulan ini aku membatin “bertahan, kamu bisa, kamu kuat” kehidupan baru ini adalah kehidupan penuh paksaan bagiku. Tepatnya mungkin aku yang memaksakan. Memaksakan diri manja ini untuk hidup dalam ketidak nyamanan.

Aku minta maaf atas banyak keluahan yang terlanjur terluahkan, membuat mereka yang harusnya kuat menjadi goyah. Maaf, aku yang harusnya menguatkan malah meruntuhkan pertahanan. Ternyata benar adanya, mengeluh didepan orang lain itu tidak baik. Karna boleh jadi kamu sumber kekuatanya. Sejak hari aku tau mereka goyah, sejak aku tau aku salah. Akhirnya aku memilih untuk mengalah, membiasakan diri pada ketidak nyamanan ini dengan banyak kesibukan.

***

Bulan ini, aku resmi menyandang status mahasiswa tingkat akhir dengan mulai menyusun skripsi untuk syarat kelulusan sarjana. Dulu sepertinya mengerjakan skripsi itu sangat mengasyikan, ternyata setelah merasakannya aku rasa saat ini aku salah, tapi mungkin akan jadi sangat terkenang nanti.
Baru kali ini aku benar-benar sibuk berkutat didepan laptop atas nama tugas, menghabiskan hari di Perpustakaan dan berjibaku dengan banyak jurnal. Aku tidak mau berlama-lama menyelesaikan tugas akhir ini, harapanya awal Desember sudah aku selesaikan semua dan sudah mendapat izin dari dosen pembimbing untuk ikut sidang kelulusan. Karna prihal skripsi ini juga, akan berdampak pada kehidupan ku selanjutnya nanti. Terlebih pada ketidak nyamanan yang aku paksakan.

Sebenarnya, keluar dari zona nyaman tidak seburuk itu. Aku hanya terlalu berlebihan saja mengolah rasa dan menuturkannya dengan ekspresi dan kata. Ah... selalu begitu.

Ada satu kebiasaan yang tanpa sadar sering aku lakukan akhir-akhir ini, memperhatikan orang disekeliling ku, lalu memposisikannya dengan diriku. Aku mengambil kesimpulan dari pola hidup suatu keluarga, mengambil kesimpulan untuk diri ku sendiri. “aku tidak mau anak-anak ku nanti didik oleh seorang perempuan tua (aku). aku tidak mau usia ku dan anak-anak ku nanti terpaut sangat jauh” kesimpulan singkanya, aku tidak akan menunda menikah setelah skripsi ku selesai. Segera menikah Ini bukan perkara cinta dan perasaan dua anak manusia, tapi ini tentang mendidik genarasi setelah ku nanti. Perihal dengan siapa, aku juga belum tau. Yang jelas dia yang memiliki visi dan misi hidup sama seperti ku. kesimpulan ini muncul karna terlalu seringnya aku mendengar kontrofersi kehidupan rumah tangga orang. Ah dasar, menceritakan orang lain dalam hati itu juga tidak baik nab.

Satu hal lagi tentang skripsi ku, setelah menyelesaikannya nanti. Aku akan menyambangi puncak tertinggi jawa, negri diatas awan, puncaknya para dewa, Mahameru. Mungkin nanti di bulan Meret, perial ini sudah aku sampaikan ke beberapa teman dekat yang sering mengajak ku mendaki, dan sekarang sedang kami persiapkan uangnya terlebih skripsinya. Jika berminat bergabung dalam pendakian di 2019 nanti, silahkan persoal chat :)

Sweeptember....

Bulan yang telah berlalu, dan lupa untuk aku tulis, semua reka kejadiannya.
Untuk bulan selanjutnya, Oktober. Ada harapan besar yang tersemat disana, harapan pada diriku sendiri. Harapan atas usia yang akan bertambah tua. Selamat berlalu September.
Maafkan aku yang masih menjadi perempuan manja dan banyak mengeluh.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sweeptember"

Posting Komentar