“Perjalanan - Cerita Tentang Menikah”


12 Juli 2018
Perjalanan kali ini dalam rangka menghadiri walimah teman lama satu pesantren. Namanya Putri. Hampir 8 tahun lebih aku tidak bertemu, tapi rasanya masih sangat akrab, itulah hikmah dari ukhuwah.

3 tokoh dalam perjalanan kali ini adalah witri, avita dan aku sebagai supir. “kok bisa nyetir sendiri?” awalnya ummi ga izinin, tapi abi bolehin dengan alasan “Di Rohul ga begitu ramai dan jarang ada mobil” meski ternyata dijalan ada beberapa kejadian tak terduga, seperti mobilnya kandas beberapa kali bahkan sampai gak bisa narik karna nglewatin perkebunan sawit dengan jalanan berlumpur. Akhirnya dua rekan wanitku dengan gaun walimahnya harus mendorong mobil agar keluar dari kubangan lumpur.

Diperjalanan pergi banyak hal yang kami ceritakan, yang paling mendominasi adalah soal menikah, ada hal yang aku syok mendengarnya dan merekapun begitu. Sampai witri mengulang pertanyaan yang sama beberapa kali “serius nab ada keinginan nikah?”

“kok nanya gitu?” tanyaku heran

“ya aku fikir inab ga pengen nikah. Maksutnya masih akan sangat lama” kata witri

“ihh, aku normalah” jawabku agak keras. Ga abis pikir, kok bisa pada mikirnya gitu. konyol. Katanya karna aku terlalu cuek sama laki-laki terlebih soal percintaan, kaya ga ada suka-sukanya sama cowo. Teman-temanku ini terlalu berlebihan. skip!

Ada cerita menarik dari witri. Suatu hari mamaknya memberikan nasihat ke anak-anak dan menantu-menantunya :

“Abdul, bejo.. Jangan pernah sakiti mawar dan melati, mereka itu bukan siapa-siapa kalian. Kalian yang minta mereka ke orang tuanya. Jangan disakiti. Kalau kalian sakiti, sama artinya kalian menyakiti orang tua mereka. Kalau ada anak perempuan mamak yang cerita ke mamak disakiti siapapun, mamak yang langsung turun tangan. Coba aja kalau berani.” (nama disamarkan)

Tiba-tiba aku langsung kefikiran “iya ya, segampang itu pindah tangan hak dari seorang anak menjadi seorang istri, Cuma dengan akad yang sepersekian menit. yang awalnya bukan siapa-siapa jadi berkuasa untuk waktu yang lama, bahkan sampai tutup usia. Hanya karna lafaz akad. Ga ada perjuangan hero-heronya gitu mendaki gunung, lewati lembah” kataku ngelantur. (kadang aku suka gasadar mengeluarkan argumen-argumen ga masuk akal. Tapi patut difikirkan)

“itulah ajaibnya akad, nab”

Dulu waktu dipesantren guru balaghah kami pernah bilang, “kalian sebelum menikah, buka mata lebar-lebar, liat, teliti, cari tau betul-betul. Setelah menikah barulah tutup mata rapat-rapat. bersyukur atas apa yang sudah dimiliki” intinya guruku ini mau bilang ke kami bahwa menikah ini adalah komitmen seumur hidup, bagaimanapun keadaan pasangan yang telah kita nikahi, terima saja. Toh dulu kita sudah dikasih kesempatan untuk memilih, saat sudah menikah. Ya sudah, jangan pernah ada kata untuk berpisah.

Beberapa hari sebelumnya aku gak sengaja liat video dakwah di ig, ceritanya ada seorang bertanya pada penceramah “apakah orang yang sering nikah cerai itu salah jodoh?” jawabanya “menikah itu adalah takdir atas ikhtiar hambanya bukan qodar yang ga bisa dirubah. yang memilih jodohkan kita sendiri, setelah menikah maka itulah takdirnya. kalau nikah-cerai, nikah-cerai memang kamu yang membuat takdir seperti itu, bisa jadi karna kurang bersyukur”

Tepat saat akad nikah berlangsung, aku witri dan avita menyaksiakan dibelakang mempelai. Rasanya haru sekali, terngiang-ngiang nasihat mamak witri. “suami itu awalnya bukan siapa-siapa, kemudian meminta si wanita pada orang tunya. Jangan sakiti istri kalian, kalian bukan siapa-siapa” sekarang aku menyaksikan keajaiban kalimat akad sepersekian menit itu. Mataku sampai berkaca-kaca. Cepat sekali rasaya akad berlangsung, lalu berpindahlah status mereka berdua. Aku haru!

Ada cerita wanita luar biasa berstatus istri. Diceritakan oleh witri, jadi si mba-mba ini adalah ibu dari 3 orang anak, dan belakangan terbacalah oleh keluarga si mba bahwa ada seorang wanita yang ingin mendekati suami si mba. Setiap kali si mba tanya ke suaminya katanya “Cuma temen” tapi pernah ngejahitin baju, ngasih ini itu dan kenehan-keanehan lainya. Kejadian itu membuat ibu mbanya gelisah sampai ngomel-ngomel ke mba nya, “kok didiemin aja sih?” si mba malah jawab
“menikah ku ini niatnya ibadah, aku ga mau merusak pahala ibadahku. Kalau suami ku suka dan mau nikah sama dia, aku mau mereka bilang baik-baik. Aku gapapa bu”
Ya Allah berhati malaikat sekali mba ini :’) (kok bahasa ceritanya jadi gini ya) tapi ini beneran ceritanya. Ummi dulu juga pernah bilang, mempertahankan keutuhan rumah tangga itu kuncinnya harus ada yang mengalah. Jangan sampai mempertahankan ego masing-masing. Cerita diatas juga sesuai dengan perkataan guru balaghah kami yang mengatakan,
“saat sudah menikah. Sekecewa apapun, jalani saja. Sabar, darisanalah pahala mengalir”
Sekalipun dalam islam dibolehkan untuk bercerai. Tetap saja, memilih bertahan lebih baik. Seperti Asiah yang bertahan dengan ke zaliman Firaun. Yang bahkan Allah saja melaknatnya. Tapi sebab keistiqomahannya, tetap bersabar dan menjaga agamanya. Hingga namanya diabadikan dalam Al-qur’an.

Buatku menikah itu adalah satu tahap pendewasaan, aku pernah ditanya “udah siap nikah?” ku bilang “belum, dan aku juga ga tau entah sampai kapan aku akan siap” sama halnya kaya aku sering berkelana jauh, seorang diri, kalo dipikir-pikir dengan segala kemungkinan buruk yang akan terjadi, ya ga siaplah. Saat aku memutuskan untuk tetap pergi. Setelah pulang barulah aku tau, saat aku udah ngerasain perjalananya. Kalau dijalan ada kesulitan atau hambatan, Sesulit apapun ya harus dihadapi namanya juga konsekuensi dari pilihan “pergi”.

Satu hal lagi soal menikah, karna berjalannya bukan 1/2 hari maka teman berjalannya haruslah yang se-pemikiran, harus sesuai dengan visi hidup kita dan bisa mengarahkan untuk selalu dalam kebaikan.

Saat ini kami yang masih pada singgel hanya bisa berencana atas masa depan yang entah kapan Allah tentukan waktunya. Yang bisa kita lakukan sekarang, ya berbenah sajalah menjadi baik, semogga nanti berjodoh dengan seorang yang baik juga.

Sebenarnya masih banyak cerita seputar menikah yang kami diskusikan, karna daya ingatku yang tak seberapa ini. Hanya ini yang bisa aku rangkum. Semoga bisa menjadi pelajaran untuk kita semua.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "“Perjalanan - Cerita Tentang Menikah”"

Posting Komentar