Ciremai 3.078 mdpl




Holla... Holla....
Mumpung masih agustus kawan, belum basi nih ceritanya, mau share pengalaman jatuh bangun di gunung ciremai, puncak tertinggi jawa barat.

Sekilas tentang ciremai

gunung tertinggi di jawa barat ini memiliki ketinggian 3078 mdpl. terletak di tiga kabupaten, yaitu kab.Cirebon, kab.kuningan, kab.majalengka. terdapat 3 jalur daki yang bisa teman-teman lalui, palutungan, linggar jati dan apuy. Setelah berhari-hari browsing dan tanya-tanya ke teman-teman yang udah pengalaman ndaki gunung ini, akhirnya saya memutuskan untuk ndaki via apuy. Katanya sih, apuy itu jalur wanita, karna treknya landai dan mudah di lalui, tapi setelah saya melewatinya *jangan percaya kawan, itu hanya klise semata!

Akses perjalanan

Kali ini saya memulai perjalanan dari kota lautan api (Bandung). dari terminal sadang saya naik elf seharga 35.000 perorang menuju terminal Majalengka. Buat semua teman-teman dari manapun yang mau naik via apuy, harap komunikasikan tujuan perjalanan anda, jangan sampai salah turun, kelewat atau di turun sebelum sampai tujuan. *pengalaman saya -_-* Bilang sama mamang kondekturnya, turun di terminal maja, atau biar lebih jelas bilang tujuannya desa apuy. Dari terminal maja, perjalanan di lanjutkan mengunakan mobil bak, dengan tarif 20.000 perorang. Masalah tarif ini tidak bisa di pastikan, tergantung jumlah penumpang, semakin sedikit penumpang maka akan semakin mahal. Kebetulan saya naik di saat yang tepat, ada beberapa pendaki lain yang juga akan melakukan pendakian. mobil bak ini akan menjadi transportasi terakhir, karna pendaki akan di antar sampai pos 1.



Lika-liku perjalanan

Baiklah, sebelumnya saya beritahukan bahwa perjalanan saya kali ini hanya di lakukan berdua dengan seorang teman wanita, pemula yang sama sekali belum pernah naik gunung. oleh sebab itu sayalah yang bertanggung jawab penuh atas perjalanan kami. Mulai dari ngelist perlengkapan, logistik, akomodasi perjalanan, sewa teda, dan mengkomunikasikan perjalanan dari berangkat sampai pulang lagi ke Bandung.

Di pos 1 kita registrasi sebesar 50.000 perorang *gak cuma kita yang bilang mahal.

Sebelum melakukan pendakian kita ngambil snack dan makan siang dulu di salah satu warung yang tertera di kertas registrasi. karna kebetulan makan siangnya lama banget siapnya, jadi kita bungkus aja, buat makan di jalan. Buat teman-teman yang mau melakukan pendakian, di harapkan membawa bekal air yang cukup, karna satu-satunya sumber air yang  kita temui hanya di pos 1. Air yang anda bawa, akan menemani anda selama perjalanan naik dan turun.
16 Agustus 2015 pukul 14.00 perjalanan dimulai, sebelumnya kita ngelewatin pos pemeriksaan perlengkapan dulu dan di kasih pelastik buat sampah. ingat sodara, gunung bukan tempat sampah ! Di iringi dengan panasnya sinar mentari siang itu, dan jalanan berdebu yang membuat mata kelilipan terus, kita memulai perjalanan. Awal-awal pendakian jalanya masih landai dengan hanya sedikit tanjakan-tanjakan bandel. Lagi-lagi saya ndaki tanpa persiapan fisik, jadi jantung olahraga banget rasaya di awal pendakian, mungkin juga karna pendakian di lakukan tepat tengah hari dan kali ini saya bawa keril berisikan logistik. Gak kaya pendakian sebelumnya yang di lakukan pagi hari dan saya cuma bawa tas ransel yang berisikan pakaian. Tapi, mengingat saya bertanggung jawab atas pendakian ini, dan teman pemula saya, jadi saya sok STC gitu, harus tangguh :D.

Gak berapa lama kita jalan, sampailah kita di pos 2, di sana tersedia pos kesehatan dan pos keamanan, ada juga beberapa tenda pendaki, dan banyak pendaki yang ngemper di semak-semak buat istirahat. Kita baru sampai pos 2 aja, ada yang bilang kalo di atas pendakinya udah membeludak, jadi gak ada tempat ngecamp. Mendengar berita itu ada sedikit kekhawatiran gak dapat tempat diriin tenda, tapi di sisi lain ada keuntungan karna pasti bakal banyak barengan. Ya bagaimanapun, bismillah aja, kita lanjutkan perjalanan. di depan juga masih banyak yang baru mulai, kalo gak dapat tempat ngecamp tinggal ngemper bareng-bareng pendaki lain.

Setelah ngelewatin pos 2 barulah kita menjumpai hutan, udara berganti menjadi sejuk. Tapi, gimanapun sejuknya hawa hutan, keringat tetap ngucur terus. Tiga jam sudah kita mendaki, tapi pos 3 belum juga keliatan, air udah habis satu botol, tangan udah mulai mendingin, keadaan udah mulai menggelap. Silih berganti kita dan pendaki lainya, dahulu mendahului, kita yang berdua ini gak perlu takut kesasar, selain karna pendaki yang ramai dan jalur yang jelas. Kalaupun ada dua jalur yang kita temui, pilih aja salah satunya, karna kedua jalur itu akan mengerucut pada satu jalan.

Ramainya pendakian kali ini di dasari atas moment kemerdekaan esok hari tepat pada 17 agustus 2015.

Jam 17.00 barulah kita sampai di pos 3. Suasana udah gelap, di pos 3 masih ada beberapa tempat buat diriin tenda berkapasitas 2-3. mendengar info dari teman-teman yang lain kalo di pos 4 ataupun 5 kemungkinan kecil dapat tempat diriin tenda. Dan karna hari juga udah gelap, akhirnya kami memutuskan untuk stop dan ngecamp di pos 3. Selagi tenda di diriin sama abang-abang dari Jakarta yang entah siapa namanya, kita istirahat sambil mulihin pernafasan dan sedikit ngobrol-ngobrol dengan teman-teman dari jakarta. Akhirnya hasil dari ngobrol-ngobrol itu, di putuskan lah kita bakal nanjak bareng sama mereka jam 2 dini hari.

Setelah tenda jadi, kita langsung beres-beres keril. Ngedobel pakaian, siapin penerangan, solat, dan makan. Sebenernya mata gak ngantuk dan gak mau di bawa tidur, tapi berhubung besok kita bakal nanjak lagi jam 2 malam. akhirnya saya maksain buat tidur, berulang kali ganti-ganti posisi, gerasak-gerusuk, tetap aja gak bisa tidur. Hawa yang teramat sangat dingin buat saya gak patekan banget *kampung. Kalau udah gini gak ada yang bisa di lakukan selain terus gerak dan berdo’a supaya gak hypothermia.

Malam semakin larut, cahaya bulan gak bisa nembus rimbunya pepohonan di tengah hutan, tapi masih banyak yang ngelanjutin perjalanan, sebagian ada yang stop dan ngemper di pos 3 berbekalkan SB, karna juga gak muat lagi buat diriin tenda.

Sesuai janji yang sudah di sepakati, jam 2 dini hari. Tanpa perlu di bangunin dan di panggil-panggil, karna kita juga gak tidur terlalu lelap.

Perjalanan di lanjutkan bertemankan 5 kenalan dari jakarta. First, perjalanan malam yang sebelumnya menurut bayangan saya menyeramkan hilang berganti kenyataan yang melelahkan, kalupun ada suara-suara aneh saya yakin kita gak bakal dengar, karna suara nafas kita seolah terdengar lebih kencang di banding langkah kaki kita.

hawa dinginnya ciremai belum biasa di gantiin dengan pergerakan kita yang masih sangat lambat, di tambah lagi tanah vulkanik yang gak mau berhenti ngepul, udah pakai masker juga masih kerasa debunya masuk ke rongga pernafasaan. Setengah jam jalan dengan berkali-kali berhenti, karna salah satu anggota yang dari jakarta ada yang cidera, gak tau kenapa kakinya jadi sakit dan susah di bawa nanjak. Sepertinya akan lama sampai puncak kalau kendalanya udah di kaki, lalu kita di kasih penawaran, kalau mau jalan duluan gapapa, karna mereka bakal lama istirahanya, gitu katanya. Ya sudah, akhirnya kita melanjutkan perjalanan berdua, di tengah gelap dan tanjakan yang meliku-liku, sesekali kita ketemu pendaki lain, terus jalan bereng, pisah lagi. Dan ada nih yang malaikat banget, gak tau dari mana asal mereka, karna mereka tau kita cewek cuma berdua, jadi mereka nungguin kita terus jalanya, kalo kita berenti, mereka berenti juga. Kalo trek nanjak dan harus manjat, dengan senang hati mereka ngulurin tangan bantuin kita naik. Saya gak akan pernah lupa persaudaraan yang di tawarkan oleh banyak pendaki di ketingian sana. Tapi akhirya kita pisah sama mereka di posko 5, karna di posko lima sampai puncak pendaki lainya udah ramai banget, ramai kawan, kayak di pasar. Kita sampai posko 5 itu udah jam 4.30, karna sangking ramainya, dan jalan yang terbatas, kita sampai ngantri buat naik sampai puncak. Jalan beberapa langkah terus berhenti, jalan lagi berhenti lagi. Setelah lewat pos 5 kita keluar dari rimbunya hutan tropis dan menuju curamnya jejuranagn. Dengan trek yang masih tanah vulkanik, pelan-pelan, sambil ngantri yang gak tau seberapa panjang, dan kumpulan debu yang di ciptakan oleh ribuan kaki kita, perjalanan terasa sangat lama dan melelahkan.

Samapi jam 6 pagi pun kita masih ngantri buat jalan sampai puncak, dan sampailah kita di persimpangan, pertemuan antara jalur palutungan dan jalur apuy. Sunrisenya udah keluar, indah banget! semburat-semburat cahaya di antara putih awan dan kerucut gunung di sebrang sana yang gak tau apa namanya. Kita istirahat, setelah dapat tempat yang sedikit datar dan di teruskan dengan semak-semak yang berujung pada jurang, cukuplah buat solat subuh yang udah hampir lewat :D *susah banget cari tempat solat di antara ratusan pendaki. Solat, sarapan secukupnya dan foto-foto.

Kita lanjut lagi jalan jam 7.00 trek yang kita lewati masih tanah vulkanik yang ngepul terus, di tambah dengan batu-batu kecil dan besar yang harus hati-hati di pijak, salah-salah pijak kita bisa ngasih oleh-oleh ke pendaki yang ada di belakang kita. dari persimpangan jalur itu kita bisa liat goa walet di kelilingi banyak tenda, samapai gak keliatan jalanya lewat mana. jalan yang lebih luas karna banyak panjatan-panjatan berupa bebatuan kokoh buat kita lebih leluasa buat jalan di antara ribuan pendaki.

Kali ini kiri-kanan kulihat saja banyak bunga edelweis, kalo udah ketemu sama taman edelweis tandanya kita bentar lagi sampai puncak. Makin semangat nanjaknya, trek udah mau dekat puncak berubah menjadi bebatuan yang membuat kita emang lebih banyak manjat-manjat. Sedikit kewalahan karna saya gak cuma bawa badan doang, tapi bawa keril juga.

Kurang lebih jam 9 pagi, kita sampai di lereng ciremai dengan ketinggian 3.078 mdpl, yay ! Tapi sayang kawan, kita telat apelnya, meskipun masih banyak bendera merah-putih berkibar di mana-mana, kita gak sempat liat moment bendera sepanjang 5000 meternya di gelar,. Tapi bagaimanapun saya tetap bersyukur karna udah sampai puncak tepat pada 17 agustus 2015.

Lereng ciremai pagi itu di padati oleh ribuan manusia. Benar-benar penuh, kawan !!! Karna apelnya udah selesai, jadi saya cukup mengumandangkan lagu kebangsaan dalam hati, dan bilang “DIRGAHAYU INONESIA KU” dalam hati juga.

Smartphone yang dari tadi bersembunyi di balik saku jaket akhirnya keluar juga. sama seperti pendakian sebelumnya, kita nulis-nulis pesan di pingiran lereng, sambil ngemil, dan foto-foto. Setelah menghabiskan waktu kurang lebih 2 jam berfoto-foto ria bermodalkan smartphone, karna batrai kamera udah habis di persimpangan apuy. Kita turun kurang lebih jam 11. Pas lagi jalan turun eh, yang di atas malah apel lagi, nyanyi lagu kebangsaan bareng-bareng, *telat tuh, nanyinya. Jadilah kita turun sambil di iringi dengan lagu-lagu kebangsaan dari teman-teman yang masih di puncak.

Jalan turunan yang curam banget harus membuat kita extra hati-hati, karna salah-salah pijak bakal kepeleset dan menghasilkan goresan-goresan indah karna nabrak bebatuan. Pas jalan di batu-batu saya masih pelan-pelan, karna gak mau ngambil resiko. Keril yang tadi waktu naik saya tenteng berpindah tangan ke teman saya, karna menurut saya isinya udah berkurang dan jalan gak nanjak lagi, jadi lebih gampang bawanya. Tapi ternyata, teman yang bawa keril ketinggalan jauh di belakang. Mungkin karna sangking hati-hati atau karna keberatan beban, jadi saya putuskan untuk menunggu teman saya yang bawa keril. Dan keril pun berpindah tangan lagi ke saya, yang awal perjanjian kita mau ganti-gantian bawa. Eh, nyatanya selama perjalanan sayalah yang bersusah payah membawa keril berisikan logistik itu. Tapi gak papa, yang pemula kasian, nanti kenapa-napa saya juga yang repot.

Bebatuan udah lewat, trek selanjutnya tanah vulkanik, debunya gila kawan, mata gak bisa kebuka normal. ditambah turunan yang buat kita main perosotan terus, tanah ini membuat saya berkali-kali harus jatuh bangun. Untungnya jatuh di sini gak buat saya malu, kaya jatuh di dataran rendah, karna bukan cuma saya yang jatuh di sini.

Waktu lagi ngelewatin trek ini ada pemandangan yang mencuri perhatian saya, seorang anak perempuan berusia 2 tahun yang asik perosotan sambil ketawa-ketawa ngelewatin trek tanah yang curam sedangkan ayahnya susah payah narik tas yang di tentengnya. Wah..wah.. Anak ini lucu banget. Dari naik sampai turun, saya emang banyak menjumpai anak-anak tapi ini yang paling kecil, 2 tahun kawan ! Jadi keinget si max anaknya momy, yang juga masih kecil tapi di bawa ngetrek terus sama emaknya.

Entah saya yang terlalu semangat turun, atau teman saya yang terlalu senang ada di atas. Bereter-meter saya liat ke atas, silih bergati pendaki ngelewatin saya, teman saya tak kunjung terlihat. Takutnya dia malah lewat jalur palutungan, atau ada kenapa-napa. Sambil menegak air yang masih bersuhu kulkas, saya duduk di pinggiran jalan yang kebetulan macet juga, setelah 5 menit teman saya baru terlihat. Susah payah dia ngelewatin trek pasir, tapi akhirnya kepeleset juga, kalo saya mah milih perosotan aja kalo udah jatuh gitu. Datang dan nyamperin saya, buka masker guilee,, muka udah debu semua isinya :D saya baru sadar, muka saya juga penuh debu. Dan teman saya ini ngomel-ngomel “aku jatuh terus, malah haus banget lagi” saya mah diem aja, kita sama-sama capek, sama-sama jatuh juga, kalo di timpalin takutnya malah emosi, lagian tadi di suruh bawa keril jalanya lama banget, gak bawa keril jalanya lama juga, gak mungkin saya nungguin dia dengan beban lebih berat di punggung, bisa-bisa saya sempoyongan sampe bawah. Saya rasa turun dengan berlari-lari kecil dan sedikit lompat-lopat walaupun pada akhirnya terjatuh dan berbalutkan debu lebih menghemat tenaga dari pada jalan pelan-pelan dan akhirnya jatuh juga.

Setelah nungguin teman saya istirahat, akhirnya kita lajutin perjalanan lagi, dan saya tetap duluan di depan.sampai ngelewatin pos 4, kira-kira jam 12 siang saya jalan sedikit kebawah terus cari posisi buat istirahat sambil nungguin teman datang. Tidur santai bersandarkan keril sambil ngeliatin hasil foto di puncak dari smartphone yang tadinya udah di matiin tapi tiba-tiba hidup sendiri.

Di sini terjadi excident yang mengakibatkan saya kehilangan semua dokumentasi di puncak. Waktu teman saya datang, saya langsung matiin hapenya dan msukin lagi ke dalam jaket, tapi cerobohnya saya, resleting jaketnya gak saya tutup lagi. Terus kita naik agak ke atas semak-semak buat makan siang dan istirahat, karna kalo di pinggiran jalan, debunya bakal ngepul kalo ada yang lewat. Saya ngelepas jaket terus ngelempar ke atas semak-semak. Selesai makan, saya pakai jaket lagi, sambil beres-beresin barang. di saku tinggal powerbank yang ada,* hape mana hape? Bongkar tas, ga ada. Cari di semak-semak, gak ada. Saya turun lagi ke tempat istirahat tadi, juga gak ada. Ya, rabbi... Emang udah gak jodoh kali sama hapenya. Tapi yang buat saya berat banget itu kehilangan dokumentasinya, buakan hapenya. Kalaulah hapenya udah berada di lain tangan, dan dia mau ngirimin semua dokumentasi di puncak, saya ikhlas kok hapenya di dia aja. Tapi takdir berkata lain, sampai seminggu lewat ini juga, tu hape gak ngasih-ngasih kabar -_-.

Jadi saya turun dari pos 4 samapi pos 3 perasaan udah gak enak aja. Kesel!kesel!kesel! Mau di sabar-sabarin juga tetap aja gondok. Ga peduli teman ketinggalan jauh di belakang, sampai tenda lagi saya langsung tiduran, gak mau di ajak ngomong. Di tanya juga diem aja. Kalo lagi gak mood gitu bawaanya. Teman sampai tenda dan istirahat juga, sambil ngajakin buka buah, saya masih diam aja kalo di tanya, kalo pun jawab, jawabnya singkat “terserah, iya, enggak” habis buka mangga, saya langsung ngajak turun. Ga peduli dia masih capek. Tapi saya rasa udah cukuplah istirahatnya. saya beresin tenda sendiri, habis itu pamit sama temen yang dari jakarta.

Jalannya udah masing-masing aja. Saya duluan sambil lari-lari kecil tiap ada turunan, loncak-loncat di tiap gundukan tanah, lagi kesel ceritanya, jadi bawaanya pingin marah, tapi ga tau harus marah ke mana, karna saya juga yang salah. Karna gak ada pelampiasan marah jadi saya lari aja terus sampe pos 2, pendaki yang lain pada heran kali ya tuh cewek jalanya gesit amat, udah motong banyak pendaki-pendaki lainya, tetap ga pake istiahat. Tapi sepanjang jalan turun, dalam hati saya ngomong sendiri, nasehatin diri sendiri. Saya juga udah lupa entah apa yang saya omongin waktu itu.sampai pos 2 pakai acara macet lagi, karna ngantri ada pemeriksaan, entah apa, mungkin edelweis. Habis pemeriksaan saya istirahat, sambil nungguin teman.

Alhamdulillah waktu ketemu teman udah mau di ajak ngomog, tapi tetep aja, hati masih susah banget ikhlasanya. Waktu saya tanya ke petugas pemeriksaan, katanya kalo barang-barang yang hilang yang ditemuin sama pendaki lain, biasanya udah masuk kantong sendiri dan tangung jawab pribadi sama barang-barag sendiri.

Dari pos 2 ke pos 1 saya masih jalan di depan, belum mau banyak ngobrol, takut emosi nanti jawabnya. Masih gak peduli ninggalin banyak debu buat pendaki dibelakang tengah hari itu akibat lari-lari saya. Yang penting saya sampai pos 1. Dan akhirnya sampai pos 1 tepat saat azan ashar berkumandang.

Saya duduk dulu nenangin diri sambil jaga barang dan nungguin teman solat. Habis itu baru gantian solat dan kita langsung turun ke terminal maja, naik mobil bak, dan langsung caw ke Bandung naik elf yang sempit-sempitan. Sampai Bandung jam 1 malam.

Selesai

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Ciremai 3.078 mdpl"

Posting Komentar